Selasa, 07 Juli 2020

Merayakan Kemajuan

Pekan ini istimewa ❤️❤️❤️
Setelah false celebration, lalu pekan berikutnya bangkit fokus pada kemajuan, pekan ini merayakan capaian yg sudah dicapai.

Penting untuk mengapresiasi kemajuan sekecil apapun agar kita terus bersemangat dan mengahargai diri. Tentunya agar bahagia 🥰

Sejak awal program mentorship, komunikasiku dengan mentorku berjalan baik. Mentorku ramah, fast response, full support, menyenangkan deh pokoknya!

Baru kali ini bisa dapetin chemistry sama orang yang baru kenal lewat online.

Maasya Allah

Klik banget deh pokoknya..

Mentorku memberikan sebuah kuisioner, inilah jawabanku..


Tanpa diminta, mentorku memberikan ini untukku...


Maasya Allah, terharu banget!

Oh ya, aku coba menggambar kupu-kupu sebagai bentuk kebahagiaanku dalam menjalani mentorship ini.


Gambar simpel pake paint dan lebih mirip gambaran anak kecil ya 🤭
Tak apalah, yang penting kubahagia 🥰❤️

Selasa, 30 Juni 2020

"Mas seneng kamu lebih taat"

Lagi-lagi pekan ini aku gak dengerin dongeng dari ibu secara live 🙈

Lalu esok paginya dapet bocoran, pekan ini ada capaian harian yg harus dicatet. Jangan sampe menunda-nunda deh.

Ups, ketahuan nih masih suka menunda. Huhu

Hari Jum'at malam barulah sempat menyimak dongeng dari ibu. Berhubung suami belum tidur juga, langsung aja deh cuss nanya suami.

Tema mentorship ku kan memperbaiki komunikasi suami istri nih. Di action plan pekan ini tuh targetnya berbicara dengan nada yg menyenangkan. Tapi kuingin nanya lagi sama suami, apakah yg ia harapkan tuh sesuai kah sama yg aku usahakan?

Harusnya nanya ini pas feed back 360° kemarin ya?
Pekan lalu kukira sudah cukup menuliskan feed back yg tersirat. Namun biar jelas dan lebih pasti, kuingin nanya langsung aja deh. Harapannya apa yg kuusahakan ini sesuai dengan harapan suami dan tercapai bahagia kita bersama. Aamiin

Ternyata maunya suami simpel sih, tapi penuh tantangan terlaksananya. Suami pengen istrinya tuh banyak senyum dan selalu siapin sarapan (sering telat ini soalnya). Aku sempet bertanya juga sih, pendapat doi tentang gaya bahasa terhadap doi. Apakah kurang sopan atau biasa aja? Ternyata jawabannya ya biasa aja, tapi sebaiknya menjaga ketika berbicara di depan anak-anak dan orang lain demi tauladan yg baik, diusahakan jangan terlalu nyeplos kalo depan anak dan orang lain. Hehe. Baiklah, aku harus berusaha praktekin "gigit lidah" seperti pak dodik pernah bilang.

Dari obrolan ini kucoba membuat rencana yg ingin kucapai per hari selama sepekan ke depan. Daan.. inilah hasilnya..



Aku menggambarkan diriku selama sepekan ini seperti berikut...



Saat kutanya suami, doi cuma jawab "yaa.. mending" apa maksudnya coba? 🙈
Kuminta lebih dijelaskan lagi.

"Mas seneng kamu lebih taat."
Terus dia nanya, "testi nya yg positif aja atau negatifnya juga?"

Semua atuh mas, aku siap kok 😘

"Manajemen waktumu kok melempem lagi ya"
Jleb! Bener sih.. 2 pekan terakhir ini terutama. Banyak kerjaan yg tertunda. Aku minta excuse sih, sekarang aku kan lebih banyak kegiatan sama anak-anak. Hehe

"Ya udah. Mas minta tolong sarapan usahain gak telat ya"

Baiklah, siap! 😆✊✊✊
Insya Allah

Senangnyaa mentorku juga memberi respon yg baik bahkan memberikan sebuah apresiasi yg membuatku terharu. Jazaakillah khair mbak geta tersayang 💕



Pas baca ini, aku baru inget gitu nama belakangku az-zahrah itu artinya bunga.. hihi

Semoga pekan depan lebih baik lagi.. aamiin

SEMANGAAAT!!!!

Selasa, 23 Juni 2020

Bernada Bicara Menyenangkan

Masuk pekan ke-5 menjadi kupu-kupu muda..

Berikut ini beberapa poin yang berhasil kutangkap dari dongeng Bu Septi

1. Cek Progress Action Plan
Apakah sudah dijalani sesuai rencana?

2. False celebration
Menyadari & mengakui kesalahan lalu mengevaluasi mengapa bisa terjadi. Bagaimana seharusnya, lalu apa yang harus diperbaiki

3. 360° feed back
Menerima feedback dari berbagai sisi.
Belajar menerima apapun bentuk feedback, sekalipun feedback tsb tidak menyenangkan.

Aku buka kembali Action Plan, pekan lalu targetku adalah perbanyak senyum pada suami. Target itu tepat kulanjutkan di pekan ini, ditambah dengan target baru, yaitu bernada bicara menyenangkan pada suami.

Pekan lalu saat kuingin perbanyak senyum, qodarullah bertepatan dengan saat PMS. Hehe
Tantangan nih! Pekan ini haidnya udah beres. Gak ada alesan swing mood gara-gara PMS lagi ya 😬

Sebelum menikah kami sudah saling mengenal, dan terbiasa ngomong seenaknya gitu. Setelah menikah bukannya makin hormat, aku gak jarang malah makin aja ngomong tanpa rem gitu. Astaghfirullah...

Kali ini aku ingin memperbaikinya. Berusaha mengerem mulut saat pengen nyerocos. Mengatur nafas dan berbicara dengan nada yg enak didengar.

Masih belum bisa signifikan berubah sih..
Tapi suami ternyata peka menyadari ikhtiarku,
"Istriku dapat hidayah apa lagi nih?" Katanya.

Uhuk..
Ini tuh pujian atau apa yah? Kok aku mesem-mesem jadinya 😆

Aku pun menceritakan hal ini pada mentorku. Respon beliau, ikut senang dan memberikan apresiasi positif.

Alhamdulillah...

Selasa, 16 Juni 2020

Perbanyak Senyummu

Pekan ke-4 ku jadi kupu-kupu muda!
Dalam action plan ku, pekan ini aku berlatih perbanyak senyum pada suami. Susah-susah gampanh sih. Hihi

Terbiasa jutek jadi suka lupa senyum, tapi kalo dibiasakan ya sebenarnya gak sulit juga.

Respon suami?
Yaa.. seneng lah.. belum signifikan sih. Sepertinya senyumku kurang banyak dan kurang ikhlas 😅

Ayo banyak senyum lagi!!

Pekan depan action plan: bernada bicara menyenangkan. Wah naik level nih sulitnya. Hayooo bisaaa!!!

Oh ya, mengenai check in dgn mentor.
Komunikasi kami sejauh ini oke, lancar dan menyenangkan 💕

Respon cenderung cepat.
Semangat terasa selalu bertambah setiap usai sesi mentorship dengan beliau.
Apa yg saya butuhkan sesuai dgn apa yg mentor berikan.
Kami saling memberi feed back dengan baik.

Alhamdulillah...

Semoga bisa lancar selalu.. aamiin

Selasa, 09 Juni 2020

Menjadi Istri Soliha

Setelah 2 pekan libur, perkuliahan di Bunda Cekatan kembali dimulai. Akhirnya rindu terobati dengan dongeng Emak Septi di pekan ini 😍

Dalam dongengnya, Emak menyampaikan kita harus menentukam tujuan agar jelas arahnya. Lalu tujuan harus punya rencana aksinya. Tujuan tanpa rencana aksi hanya akan menjadi mimpi.

Kita buka lagi mind map, tuliskan hal-hal utama yang ingin dikuasai. Inilah hal-hal yang ingin kukuasai:


Pada fase ulat-ulat, aku mendalami poin manajemen waktu.
Pada fase kepompong, aku menjalani tantangan 30 hari konsisten kandang waktu dan puasa menunda pekerjaan.

Setelah melalui fase tersebut aku merasa kunci menuju kesuksesan manajemen waktu adalah:
1. Tazkiyatun nafs
2. Ridho suami

Untuk poin tazkiyatun nafs aku memilih untuk mengasahnya secara pribadi sementara ini.

Nah untuk poin kedua, RIDHO SUAMI.
Aku memilih tema berhubungan dengan ini untuk mentorship.

Maka bidang utama yang kupilih adalah:


Dan rencanaku untuk 1-2 bulan ke depan sebagai berikut:


Bismillahirrahmanirrahim, Semoga dengan ikhtiar meraih ridho suami, aku pun bisa sekaligus melaksanakan tazkiyatun nafs dan bisa mengantarkan keluarga kami menjadi baiti jannati, dan kelak berkumpul di jannah.. aamiin

Jumat, 15 Mei 2020

Mengenang Perjuangan

Setelah pekan lalu pencarian mentor dan mentee, yang kudapat hanyalah mentor. Sementara mentee belum juga kudapat. Mungkin tema ilmu yg kuajukan belum jadi prioritas di mind map teman-teman. Tak apa.. justru aku jadi bisa lebih fokus menguyah ilmu sebagai mentee. 😍

Mentor yang kupilih ini saat ini tengah merantau di negeri nan jauh, sudah menikah 17 tahun dengan dikarunia 3 orang. Tema mentorship dari beliau adalah komunikasi suami istri.

Kupilih mentor dengan tema tersebut, sesuai dengan mind mapku, kuingin meningkatkan kedekatan dengan suami, memperbaiki komunikasi, dan makin mesra. Bukan berarti saat ini tidak dekat, komunikasi tidak baik dan tidak bisa mesra. Namun, setelah melewati 5 tahun pernikahan, kini menuju 6 tahun.. udah saking enjoynya tuh suka gak tahu diri menempatkan diri sebagai istri gitu 😣

Mentorku, memintaku untuk nostalgia.. mengapa dulu aku mau menerimanya menjadi suamiku? apa yang membuatku jatuh cinta padanya? bagaimana perjuanganku bisa sampai menjadi istrinya?

Pertanyaan-pertanyaan mentorku membuatku kembali menyelami kenangan itu.. khitbah yang tiba-tiba, ditolak, lalu beberapa tahun kemudian datang lagi, diterima, perjuangan meyakinkan keluarga besar, LDM, dst.. hingga kini..

Saat video call, aku ceritakan rasa yang kini kualami. Mentorku bilang, bersyukurlah kita berani mengakui kekurangan kita.. sehingga ada semangat untuk memperbaiki diri.

Lalu aku berkontemplasi, kini apa masalahku? Apa sebenarnya akar masalahnya? Bisa jadi sikap cuekku pada suami itu sebagai rasa seperti di atas angin.. gak ada rasa insecure, gimanapun tingkahku, gak mungkin lah suami gimana-gimana. Dia ngerti aku kok. Dia bisa memaklumi kok.

Betul sih percaya itu penting, tapi kepedean berlebihan tanpa sedikit pun rasa was was, kelak bisa jadi boomerang. Gak bisa jadi alasan dong meski hasil TM command di posisi atas, suami tetaplah menjadi qowwam.

Oke, aku harus memperbaiki diri. Perlahan.. meski sedikit demi sedikit namun tetap istiqomah terus memperbaiki diri. Layaknya kupu-kupu muda keluar dari kepompongnya.. perlahan sayap dibuka.. dikepakkan perlahan lalu akhirnya bisa terbang dan memberikan manfaat.

Bismillahirrahmanirrahiim.....

Selasa, 12 Mei 2020

Kuingin Lebih Taat

Saat itu aku masih semester 3. Belum terpikir serius akan menikah dalam waktu dekat. Belum siap betul.

Tiba-tiba aku mendapat kabar dari ibuku, ada seorang pria datang ke rumah menemui ayah ibuku. Pria itu sebenarnya sosok yang sudah kukenal. Aku bahkan cukup dekat dengannya sejak SMA. Ya aku tahu tak sepantasnya kami untuk dekat semacam itu. Tapi aku terlalu payah untuk menjaga hati.

Kami tidak menyatakan berstatus pacaran, bertemu pun jarang. Usia kami selisih 3 tahunan. Saat aku masuk kuliah, ia baru lulus dan kerja di luar kota. Jarang bertemu tapi cukup sering bertanya kabar lewat SMS dan kadang telpon.

Tak ada ucapan-ucapan sayang manja. Tapi kamu tahu kami saling suka. Kami pun tahu sebenarnya tak boleh dekat begitu. Akhirnya aku memberanikan diri untuk menghentikan hal itu. Melawan hawa nafsu yg sungguh sulit..

Lalu ia berkata ingin serius, ia mau menghalalkan hubungan kita. Aku menganggapnya hanya sesumbar saja. Aku pun asal jawab, "datang saja ke orangtuaku kalo berani!"

Sebelumnya ia memang pernah ke rumahku karena suatu hal, jadi dia memang sudah tau rumahku. Ia datang tanpa mengabariku dulu.

Hasilnya jelas saja orangtuaku tolak, aku pun belum siap. Orangtuaku menjawabnya, sekarang belum saatnya. Gak usah menunggu kalo ingin segera menikah, cari perempuan lain saja. Kalo pun masih belum berubah pikiran, nanti coba datang lagi saja kalo aku sudah semester 7. Asumsi ayahku semester 7 itu kan tinggal skripsi dan mungkin sudah lebih siap menikah.

Waktu berlalu, aku masih berkomunikasi dengan pria itu, meski gak sering lagi. Kalo dia sedang ke bandung, kadang kita bertemu. Hatiku masih gelisah, ini tak benar tapi tetap saja kulakukan.

Singkat cerita, sampailah aku di semester 7. Aku tak berharap pria itu akan datang. Mungkin ia menemukan wanita lain di kantornya atau dimana pun di luar sana.

Tiba-tiba ia datang lagi menemui orangtuaku. Saat itu aku memang lebih siap menikah, bahkan aku sudah ikut sekolah pra nikah dan beberapa seminar pra nikah juga.

Pria itu menunjukkan keseriusannya, nampak berbeda dari beberapa tahun lalu yg seolah ingin memenuhi nafsunya saja menghalalkan hubungan kami. Ternyata ia pun sudah ikut sekolah pra nikah.

Aku shalat istikharah berulang kali. Aku takut kecenderungan hatiku hanya berasal dari nafsuku, bukan karena ridho Allah. Aku minta ditunjukkan yg terbaik. Lalu yg kudapatkan adalah semakin mantap menerimanya.
Bismillahirrahmanirrahim... aku pun menerimanya..

Proses berlanjut dengan penuh kemudahan. Akhirnya kedua keluarga besar pun saling bertemu. Masalah kecil muncul saat paman bibiku tidak setuju kalo aku menikah sebelum lulus. Mereka meminta menundanya. Sementara hatiku sudah tak tenang menundanya. Aku takut terlarut dalam dosa.
Alhamdulillah orangtuaku menguatkan, aku sebagai cucu pertama di keluarga besar, maklum menjadi pusar perhatian. Ayahku bilang, paman bibiku belum punya anak besar, belum terbayang betul kalo datang lelaki baik yg meminang anaknya yg sudah siap menikah, bagaimana bisa menunda hanya alasan perkara studi?

Akhirnya, kami pun menikah sekitar 6 bulan setelah pertemuan keluarga besar. Pamanku yang tadi menentang justru membantu memberikan konsep unik di hari resepsi kami. Alhamdulillah..

Saat kumenikahinya.. baru lah aku sungguh benar-benar jatuh cinta padanya. Ia memang bukan lelaki sempurna, bukan seorang aktivis rohis, bukan hafidz qur'an, bukan pangeran tampan berkuda putih, tidak seperti pria idaman layaknya para akhwat aktivis rohis. Ia hanya pria yg semangat belajar, sabar, tulus dan perhatian. Ia mantan penabuh drum di band dengan aliran musik punk. Ia siap hijrah bersamaku.

Aku sempat bertanya pada Allah dengan rasa angkuh, mengapa hatiku terpaut pada pria semacam itu. Aku kan aktivis rohis, rajin liqo, dsb. Astaghfirullah..

Lalu Allah tunjukkan semuanya.. meski pemahaman teori agamaku nampak lebih banyak, tapi pengamalan ilmuku masih payah. Lain hal dengan pria yg kini menjadi suamiku, ia menjalankan syariat yg telah ia ketahui. Dan ternyata malah hafalan Qur'an ia lebih banyak dariku! Maasya Allah! Kini pun ia sudah berhenti menyukai musik punk. Lebih suka mendengarkan murattal dan shalawat.
Bahkan ia jauh lebih sabar daripada aku yang gampang sumbu pendek.

Kini menuju 6 tahun pernikahan. Aku masih merasa sering muncul rasa jumawa. Kurang menghormati suamim. Kurang menghargai bantuan suami. Bahkan kadang aku enggan melayani kebutuhan biologisnya.
Aku tau aku salah. Tapi aku merasa sulit sekali menurunkan ego. Aku tahu bakat command kua dominan, tapi tidak ada alasan begitu kah dalam ketaatan pada suami.

Aku bersyukur ia masih begitu sabar tapi aku tak boleh terus merasa baik-baik saja berlaku dzolim pada suamiku.
Aku pun harus berubah.
Bismillahirrahmanirrahim.....?